Oleh : Supandi, S.Pd.,MM.
Apa
yang ada di benak seseorang ketika dihadapkan pada sebuah peluang yang terbuka
lebar untuk mendapatkan sejumlah uang dalam jumlah yang fantastik? Dengan uang
tersebut ia akan bisa memiliki segalanya tanpa harus bekerja keras; rumah
bagus, mobil mewah dan bentuk-bentuk kesenangan duniawi lainnya. Kemanakah kita
akan berkiblat ketika benteng keimanan yang ada di dalam diri kita tidak cukup
kuat untuk dijadikan guidance atau directing force?
Manusia
sebagai makhluk yang paling sempurna diantara makhluk Tuhan lainnya, di dalam
dirinya terdapat tiga aspek yang merupakan satu kesatuan. Ketiga aspek tersebut
adalah aspek jasmaniah, nafsiah dan ruhaniah. Aspek jasmaniah bersifat
kebendaan (raga). Sedangkan dua aspek yang lain tersembunyi dalam diri kita,
tidak bisa dilihat secara kasat mata.
Kaitannya
dengan aspek nafsiah, praktis bahwa di dalam diri setiap orang terdapat potensi
diri yang menjurus pada kecenderungan yang relatif sama, yakni tergoda untuk
melakukan tindak kejahatan korupsi. Dorongan nafsu yang ada di dalam diri
seseorang bagaikan bom waktu. Ketika peluang terbuka, maka sangat mungkin bagi
diri setiap orang untuk memilih praktik tindak kejahatan korupsi.
Indonesia
sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama, sudah selayaknya jika
paradigma keimanannya mampu membentengi diri dari tindak kejahatan korupsi.
Namun ironis, kenyataan membuktikan bahwa ternyata penyakit korupsi justru banyak
menjangkiti kaum yang beragama. Konsep keimanan yang mereka miliki nampaknya
masih rapuh. Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi adalah bahwa tindak pidana
korupsi di negeri ini sudah menjurus kearah extra
ordinary crime, tidak hanya menjangkiti kaum elit, tetapi sudah menjalar ke
dalam tiga level. Ketiga level tersebut adalah kaum elit, endemik, dan level
sistemik. Pada level elit, korupsi masih menjadi patologi sosial yang khas di
kalangan para elit atau pejabat negara. Pada level endemik, korupsi dilakukan
oleh masyarakat luas. Lalu pada level sistemik, korupsi dilakukan oleh sistem
secara kolaboratif oleh beberapa oknum.
Ada
sebuah konsep brilliant, ketika aspek spiritual tidak mampu membentengi diri
dari pencegahan terhadap kecenderungan untuk melakukan tindakan korupsi.
Marilah kita sejenak bercermin kepada sepuluh negara paling bersih dari korupsi
di dunia. Kesepuluh negara tersebut adalah :
1.
Denmark
2.
Selandia Baru
3.
Finlandia
4.
Swedia
5.
Norway
6.
Switzerland
7.
Singapore
8.
Netherlands
9.
Luxembourg
10. Canada
Dengan pertimbangan
hukum-hukum yang terkait dengan tindak kejahatan korupsi, ternyata mereka lebih
mengedepankan aspek rasionalitas daripada aspek spiritual. Mereka berkeyakinan
bahwa resiko dari melakukan kejahatan korupsi itu sangat berat; seperti masuk
bui, terkena penyakit yang mengerikan, anak-anak gagal, dan lain-lain. Semoga
tulisan ini bermanfaat untuk kita dan untuk Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar