Oleh : Supandi, S.Pd, MM.
“ Pak, Anda termasuk guru senior di sekolah kita. Kata Bapak Kepala Sekolah Anda akan diusulkan untuk mewakili sekolah kita mengikuti lomba guru teladan dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional tingkat Kabupaten” Kata pak X kepada pak Y.
“Ah, yang lain saja, saya tidak pantas untuk menjadi guru teladan. Menjadi guru teladan itu sangat berat, harus memiliki kelebihan dari yang lain. Lagipula sekarang saya lagi banyak kerjaan di rumah. ” Kata pak Y.
“ Kalau Anda tidak bersedia, lalu siapa yang pantas untuk maju, menurut Anda? Tanya pak X.
“ Kalau menurut saya kita tidak usah ikut-ikutan lomba. Sekolah kita sekolah di desa. Begitu pula guru-guru disini menurut saya tidak ada yang mampu. Di kabupaten akan ketemu sama guru-guru dari kota yang lebih pintar, lebih berpengalaman dari kita. Pokoknya kalau mau percaya sama omongan saya kita tidak usah macam-macam. Percuma, tidak mungkin menang “ Kata pak Y.
Sikap yang ditunjukkan oleh bapak Y dalam dialog diatas merupakan salah satu contoh dari sekian banyak sikap yang dimiliki oleh kebanyakan orang. Sikap menolak terhadap kepercayaan yang diberikan oleh atasan dan rekan-rekan guru merupakan tindakan yang sangat populer. Sikap yang membuat dirinya merdeka, aman dan terbebas dari beban.
Hal yang demikian merupakan kecenderungan sikap yang bisa dimaklumi, mengingat pada kenyataannya dalam hidup ini orang memang lebih cenderung untuk mencari yang aman-aman saja, yang biasa-biasa saja. Meminjam istilah Bobbi DePorter & Mike Hernacki dalam bukunya Quantum Learning, bahwa apa yang dilakukan bapak Y merupakan kondisi dimana dia terperangkap dalam sebuah “Zona Nyaman”.
Orang yang merasa enjoy berada di dalam zona nyaman biasanya cenderung mengingkari change (perubahan). Sebagai imbas dari keadaan nyaman sebagaimana yang dimaksud dalam uraian diatas, seseorang akan terperangkap ke dalam sebuah kehidupan yang statis. Mereka belum menyadari sepenuhnya bahwa secara kodrati “hidup” itu sendiri adalah perubahan. Sehingga bagaimanapun juga manusia hidup harus melakukan perubahan, minimal mengikuti perkembangan jaman. Mengapa demikian? Karena apabila seseorang tidak melakukan perubahan, dikhawatirkan mereka akan tertindas oleh perubahan jaman yang bergerak lebih cepat.
Pertumbuhan manusia secara kontinum dapat dibagi menjadi dua arah, yaitu tumbuh menjadi tua saja, atau tumbuh menjadi dewasa. Orang yang hidupnya senantiasa enjoy berada di zona nyaman sangat dimungkinkan akan tumbuh menjadi tua saja, minim dengan prestasi. Sebaliknya, seseorang yang sarat dengan perubahan maka kualitas pertumbuhannya bisa menjadi tua dan dewasa, sarat dengan ilmu, dan rendah hati (seperti ilmu padi) dan memiliki mindset yang bagus. Bahkan disinyalir bahwa orang yang sarat dengan ilmu, ketika menginjak masa tua, maka orang tersebut tidak akan mengalami pikun.
Satu hal yang penting untuk disikapi secara bijak adalah bahwa semua manusia memiliki potensi diri, memiliki bakat dan minat. Tumbuh tidaknya potensi diri tergantung pada seberapa besar kepercayaan seseorang dalam memunculkan potensi dirinya tersebut. Dengan demikian manakala seseorang sudah berhasil melakukan hal tersebut, maka akan muncul dalam dirinya sebuah kesadaran (awareness) bahwa sesungguhnya hidup pasca perubahan ternyata lebih nyaman.
Seorang siswa yang jarang belajar akan merasa nyaman (dalam ketertinggalan). Toh, dia bisa menyontek , atau kerja sama dengan temannya, dan bisa naik kelas. Akan tetapi kenyamanan yang sesungguhnya akan dapat dirasakan olehnya apabila dia mampu membuktikan bahwa dirinya hebat melalui sebuah rutinitas belajar giat. Dia akan merasakan buah dari kenyamanan pasca perubahan kelak di kemudian hari. Minimal dia akan menyandang status sebagai anak yang pintar dan berprestasi. Lebih jauh dia akan merasakan adanya rasa puas ketika dengan mudah bisa masuk ke sekolah unggulan. Atau mungkin akan merasakan bangga ketika menerima penghargaan sebagai juara lomba. Atau bahkan akan bekerja di tempat kerja yang menjanjikan.
Seorang guru akan merasa nyaman ketika dia melaksanakan tugasnya secara monoton sebatas masuk kelas dan mentrasfer ilmu. Akan lebih nyaman ketika dia mampu melakukan berbagai inovasi pembelajaran yang lebih profesional. Seorang penjual bakso akan merasakan hidup lebih nyaman ketika dia berhasil membuka agennya di berbagai tempat dengan menu yang sama enaknya. Seorang pejabat yang hidupnya berada dalam sebuah sistem yang tidak baik, mungkin merasa nyaman karena bisa menikmati tindak kecurangan, korupsi, mark up dengan aman. Akan tetapi jauh akan merasa lebih nyaman ketika dia mampu keluar dari sistem yang tidak baik, hidup bahagia bersama keluarga tanpa adanya ancaman hukuman.
Contoh yang satu ini merupakan pekerjaan rumah yang sangat berat dan sulit. Dibutuhkan kecerdasan spiritual yang luar biasa untuk bisa lulus dari perangkap sistem. Dibutuhkan sebuah keadaran jiwa yang tinggi untuk bisa mengakui kebenaran. Namun walaupun sangat berat dan sulit, segalanya bisa menjadi mungkin tatkala petunjuk dari Sang Maha Pemberi Petunjuk hadir di relung hatinya. Selama dia punya i’tikad yang baik dia akan bisa keluar dari zona nyaman. Selama hubungan vertikal dengan Tuhannya tidak terlalu jauh, maka kenyamanan yang sesungguhnya bisa terealisir.
***
Selasa, 12 Juli 2011
HIDUP NYAMAN DILUAR ZONA NYAMAN
06.33
Supandi Website
No comments
0 komentar:
Posting Komentar